Salah satu profesi yang menjadi pilihan penting adalah bisnis
dimana merupakan kegiatan memproduksi dan menjual suatu produk atau jasa yang dibutuhkan
konsumen pada tingkat keuntungan tertentu. Dan periklanan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari bisnis modern saat ini, karena periklanan memegang
peranan yang sangat penting dalam menyampaikan informasi (pesan) tentang suatu
produk kepada masyarakat. Jika dilihat dari dunia bisnis, periklanan merupakan kekuatan yang dapat digunakan
untuk menarik konsumen sebanyak-banyaknya. Fokus utama dari iklan adalah
tersedianya informasi produsen dan penawaran kepada konsumen. Periklanan pada
dasarnya merupakan salah satu strategi pemasaran yang bertujuan untuk
mendekatkan barang yang akan dijual kepada konsumen, dengan kata lain
mendekatkan konsumen dengan produsen. Tujuan akhir dari bisnis apa pun adalah
agar barang-barang manufaktur dapat dijual kepada konsumen. Iklan positif
adalah metode penjualan barang kepada konsumen. Dan periklanan sebagai alat
pemasaran melalui periklanan merupakan proses komunikasi yang bertujuan untuk
mempengaruhi minat calon pembeli agar dapat memasarkan secara massal produknya
Media, baik cetak maupun elektronik, hampir setiap hari dibanjiri
iklan. Akibatnya, upaya pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari tampaknya lebih
banyak bertumpu pada iklan. Bahkan, iklan memainkan peran ini, yaitu sebagai
kekuatan ekonomi dan sosial yang menginformasikan konsumen tentang produk dan
layanan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Masalah moral dengan
iklan muncul ketika iklan kehilangan nilai normatifnya dan menjadi hanya
propaganda barang dan jasa untuk mencari keuntungan, yang lebih dari produsen
barang dan jasa dan penyedia iklan
Fakta ini berkaitan erat dengan bagaimana industri modern menghasilkan
produk dalam skala besar, sehingga pembeli harus ditemukan untuk mereka. Hal
ini juga mengacu pada adanya sistem ekonomi pasar di mana persaingan merupakan
kenyataan yang harus dihadapi, sehingga periklanan sebenarnya dianggap sebagai
salah satu dari strategi efektif untuk mengatasi persaingan di pasar yang
semakin sulit.
Hal ini juga merupakan bagian integral dari tujuan periklanan, yaitu
untuk membuat konsumen melakukan sesuatu, yang dalam hal ini biasanya untuk
membeli suatu produk. Sehingga iklan tersebut dapat menarik dan berinteraksi
dengan audiensnya sedemikian rupa sehingga menghasilkan hasil yang diinginkan.
Dan mereka harus terbiasa dengan cara berpikir konsumen, apa yang memotivasi
mereka, dan lingkungan tempat mereka tinggal.
Zaman modern ini,
kebutuhan dan keinginan konsumen terus berubah. Akibatnya, pemasar harus serius
dalam upaya mereka untuk memasarkan dan mendefinisikan kebutuhan konsumen.
Karena perilaku konsumen merupakan dasar yang sangat penting dari pemasaran dan
periklanan. Oleh karena itu, studi yang berkesinambungan tentang perilaku
konsumen dan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian menjadi sangat
penting dalam perilaku periklanan.
Akibatnya, persaingan komersial yang semakin meningkat telah menciptakan
berbagai jenis dan model periklanan, yang terkadang jauh dari nilai etika
(moralitas bisnis) dan nilai yang sebenarnya. Karena strategi ini harus diterapkan agar
konsumen mau membeli produk yang ditawarkan, iklan yang ditampilkan seringkali
dianggap meninggalkan kesan dan pesan yang berlebihan, serta standar etika dan
nilai (moralitas) yang sering diabaikan. Oleh karena itu, iklan sering menimbulkan
citra negatif perusahaan, bahkan dianggap menyesatkan
Pengertian dan konsep dasar iklan
Kata iklan berasal dari bahasa Yunani. Definisi luas dari
periklanan adalah setiap kegiatan untuk menyajikan dan mempromosikan ide-ide,
barang atau jasa dengan cara yang impersonal, dibayar oleh sponsor tertentu.
(Stewat H. Rewoldt, 1995). Etika (2007), pada gilirannya, mendefinisikan periklanan
sebagai komunikasi pemasaran atau komunikasi publik tentang produk yang
disampaikan melalui media yang disponsori oleh penulis terkenal dan diarahkan
ke sebagian atau seluruh komunitas. Ini berarti bahwa segala sesuatu yang meliputi penciptaan, desain, penyampaian
dan umpan balik pesan komunikasi pemasaran, informasi yang diarahkan konsumen
tentang keberadaan produk dan “kemampuan” produk disebut periklanan.
Periklanan merupakan
salah satu cara untuk meningkatkan penjualan. Iklan juga secara signifikan mempengaruhi
citra produk dan produsennya dan dapat meninggalkan kesan lengket pada
konsumen. Iklan, yang merupakan panduan gambar, . kata, dan suara, dapat
dilihat dari berbagai sudut. Iklan juga dapat dinilai sebagai barang menarik
Lebih lanjut, menurut Subagyo Harry Afandi (2000), iklan juga
erat kaitannya dengan nilai budaya dan sosial lokal serta humanisme global.
Iklan menjadi pertukaran yang luar biasa antara modal ekonomi dan modal budaya
dengan modal sosial, yang darinya muncul citra yang berbeda. Dengan demikian,
periklanan tidak hanya terkait dengan nilai dan selera konsumen, tetapi dengan
berbagai nilai psikologi masyarakat seperti kohesi, semangat, etika dan
lain-lain. Menyesuaikan pesan iklan dengan perubahan selera masyarakat adalah strategi
komunikasi bagi konsumen.
Ada ciri-ciri khas iklan yang dipaparkan oleh Sobagyo Harry Affandi
(2004), yaitu: (1). Public
presentation (penyajian di muka umum), iklan merupakan suatu sarana
komunikasi yang sangat bersifat umum. (2). Pervasivees (penyerahan
menyeluruh), iklan merupkan medium yang diserap secara menyeluruh dan
memungkinkan pihak perusahaan untuk menaggulangi pesannya itu berulang-ulang.
(3). Expresivenes (daya ungkap yang kuat), iklan memberikan peluang
untuk menampilkan perusahaan serta produknya dengan cara yang amat mengesankan
dengan penggunaan cetakan, bunyi dan warna secara pandai. (4). Impreseonality
(kurang kepribadian), iklan senantiasa bersifat umum, daya meyakinkan dan
mengungkapkan masih kurang.
Disadari atau tidak, iklan atau papan reklame merupakan bagian
integral dari bisnis modern. Fakta ini erat kaitannya dengan bagaimana industri
modern menghasilkan produk dalam jumlah besar, oleh karena itu perlu mencari
pembeli untuk mereka. Selain itu, ada kaitannya dengan sistem ekonomi pasar
dimana persaingan dan persaingan merupakan elemen penting. Dalam hal ini,
periklanan sebenarnya dianggap sebagai salah satu cara paling efektif untuk
membedakan dari pesaing (K. Bertens, 2000). Dan untuk memberikan dukungan
kepada media agar publik dapat menikmatinya dengan harga murah. Promosi iklan
dilakukan secara tidak langsung dengan melalui media cetak, media elektronik atau
media lainnya (billboard, spanduk dll) tergantung pada strategi pengelolaan
pasar dan situasi pasar saat ini dan masa depan.
Dengan demikian, menurut Muhammad (2000), tujuan dari iklan
sebenarnya adalah untuk menciptakan citra produk dan perusahaan di mata orang.
Citra ini terbentuk dari kesesuaian antara realitas produk yang diiklankan
dengan informasi yang disampaikan dalam iklan. Jadi, prinsip etika bisnis yang
paling penting dalam hal ini adalah kejujuran. Dengan demikian, iklan yang
membuat klaim palsu atau tidak benar dengan maksud menipu konsumen adalah penipuan.
Persoalan etis dalam iklan
Secara sederhana, Dewo Sunarno (2006) berpendapat bahwa etika
adalah cabang filsafat yang mencari jawaban atas pertanyaan moral. Etika
mencakup prinsip-prinsip moral dasar yang memandu perilaku manusia. Dengan
kompleksnya masalah moral di dunia sekarang ini, tidak mudah menerapkan
dikotomi (benar-salah) pada setiap masalah moral. Setiap masalah dapat dilihat
dari . perspektif yang berbeda, yang dapat menghasilkan . pendapat atau
penilaian yang berbeda.
Hari ini, periklanan telah menjadi dunia yang indah. Iklan mengubah
barang menjadi merek yang berkilau. Perkembangan dunia industri, di mana
periklanan hanyalah sebuah proses menarik perhatian terhadap sesuatu, telah
mencapai titik di mana periklanan seolah menguasai segalanya. Dunia periklanan
menjadi pusat perhatian ketika kapitalisme mengubah dunia nyata menjadi dunia
gambar. Dunia periklanan secara keseluruhan berkembang sebagai sistem informasi
komersial, persuasi dan citra dari sistem kapitalisme.
Sementara disisi lain juga harus diakui bahwa perdagangan
mewujudkan kejahatan esa serat aorta bagian dalam jalan kulak. Segala rupa
produksi, output pakai konsekuensi terbaik pun tidak akan optimal diserap oleh
nasabah jika tidak mengamalkan rencana perdagangan atau mempunyai perdagangan
yang bagus. Berbagai rupa lembaga bisa dilakukan bagian dalam mamasarkan suatu
zat sehingga kait di anasir nasabah. Salah esa yang mempunyai sumbangan penting
kurun ini dalah penggunan iklan. Iklan atau periklanan mewujudkan fragmen yang
tak terhambat berusul kulak modern. Iklan di hirau seperti rel yang empoh untuk
menyerantakan petunjuk menjelang umum ihwal suatu zat yang dihasilkan bagian
dalam kulak. Akan tetapi pertandingan kulak yang semakin tajam menyebabkan
munculnya berbagai macam dan kaca periklanan yang terkadang suntuk berusul etik-etik
budi bahasa dan bermoral kulak kintil titah-titah kebenaran.
Berbagai jenis iklan, dari siaran tradisional hingga cetak dan media yang lebih
modern seperti radio, televisi, dan Internet. Kesemuanya itu sedikit banyak
meningkatkan penjualan produk yang dibuat oleh unit bisnis. Di balik
keberhasilan periklanan dalam mendorong penjualan produk di bisnis tersebut,
terdapat beberapa masalah pendorong, hingga masalah etika. Ketika konten dan
tampilan iklan dianggap curang dan menipu
bagi konsumen. Dalam dunia periklanan pada umumnya, Heru Satya Nugraha membagi menjadi dua
masalah etika yang saling berkaitan, yaitu:
1. Menyangkut kebenaran akan sebuah iklan
Pada umumnya periklanan tidak
mempunyai reputasi baik sebagai pelindung atau pejuang kebenaran. Kerap kali
iklan terkesan suka membohongi, menyesatkan, dan bahkan menipu publik.
2. Manipulasi publik (khalayak).
Hal ini berkaitan dengan segi
persuasif dari iklan (tapi juga tidak terlepas dari informasinya). Karena
dimanipulasi, seseorang mengikuti motivasi yang tidak berasal dari dirinya
sendiri, tapi ditanamkan dalam dirinya dari luar.
Meminjam pernyataannya, Siswanto Sutojo (2002), masalah etika yang
ditimbulkan oleh periklanan, terutama yang bersifat manipulatif dan persuasif secara irasional, mempengaruhi masyarakat,
khususnya konsumen. Periklanan manipulatif adalah iklan yang mempengaruhi
seseorang sesuai keinginannya terhadap produk yang diiklankan sedangkan iklan
persuasif irasional adalah iklan yang mempengaruhi atau menggunakan aspek
psikologis orang untuk menarik minat dan memotivasi konsumen untuk membeli produk.
Daya persuasive tidak terletak pada isi argumen logisnya, tetapi pada penampilannya
yang seringkali tidak ada hubungannya dengan produk yang diiklankan.
Sedangkan Muhammad Djakfar (2002) menyebutkan
terdapat masalah etika yang ditimbulkan oleh periklanan, yaitu iklan
manipulatif dan iklan persuasif irasional, antara lain: Pertama, iklan
merong-rong otonomi dan kebebasan manusia. Artinya, iklan membuat manusia tidak
lagi dihargai kebebasannya dalam menentukan pilihannya untuk memperoleh produk
tertentu. Banyak pilihan dan pola konsumsi manusia modern sesungguhnya adalah
pilihan iklan. Manusia didekte oleh iklan dan tunduk kepada kemauan iklan,
khususnya iklan manipulatif dan persuasif non- rasional. Pada fenomena iklan
manipulatif, manusia benar-benar menjadi objek untuk mengeruk keuntungan
sebesar-besarnya dan tidak sekedar diberi informasi untuk memebantunya memilih
produk tertentu.
Kedua, dalam kaitan dengan itu iklan
manipulatif dan persuasif non-rasional menciptakan kebutuhan manusia dengan
akibat manusia modern menjadi konsumtif. Secara ekonomis hal itu baik karena
akan menciptakan permintaan dan ikut manaikkan daya beli masyarakat, bahkan
dapat memacu produktifitas kerja manusia hanya demi memenuhi kebutuhan hidupnya
yang terus bertambah dan meluas. Namun dipihak lain muncul masyarakat
konsumtif, dimana banyak dari yang dianggap manusia sebagai kebutuhannya yang
sebenarnya bukan kebutuhan hakiki.
Ketiga, yang juga menjadi persoalan etis
yang serius adalah bahwa iklan manipulatif dan persuasif non-rasional malah
membentuk dan menentukan identitas atau ciri dari manusia modern. Manusia
modern merasa belum menjadi dirinya kalau belum memiliki barang sebagaimana
ditawarkan dalam iklan. Identitas manusia modern hanyalah identitas misal:
serba sama, serba tiruan, serba polesan, dan serba instant. Manusia
mengkonsumsi produk yang sama, maka jadilah identitas manusia modern yang hanya
menjadi rancangan pihak tertentu di fabricated. Yang di pujapun lebih banyak
berkesan luar, polesan, dan kepura-puraan.
Keempat, bagi masyarakat modern, tingkat
perbedaan ekonomi dan sosial yang tinggi akan merong-rong rasa keadilan sosial
masyarakat. Iklan yang menampilkan yang serba mewah sangat ironis dengan
kenyataan sosial, dimana banyak anggota masyarakat masih berjuang sekedar
hidup. Iklan yang mewah tampil sekan-akan tanpa punya rasa solidaritas dengan
sesama yang miskin.
Kendati dalam kenyataan praktis sulit menilai secara umum etis
tidaknya iklan tersebut, Yusuf Qrdlawi (1995) memaparkan beberapa prinsip yang
kiranya perlu diperhatikan dalam iklan, yaitu: Pertama, iklan tidak boleh
menyampaikan informasi yang palsu dengan maksud untuk memperdaya konsumen.
Masyarakat dan konsumen tidak boleh diperdaya oleh iklan untuk membeli produk
tertentu. Mereka juga tidak boleh dirugikan hanya karena telah diperdaya oleh
iklan tertentu.
Memang, pada pandangan pertama, kedua istilah “etika” dan
“promosi” tampak sangat berbeda dan tidak berhubungan. Namun, menurut
KTI. Mualim (2001) sebenarnya memiliki hubungan yang erat antara keduanya.
Etika adalah kode etik yang mempengaruhi ekspektasi perilaku sosial sesuai
dengan standar Konvensi yang berlaku untuk kelompok sosial tertentu. Karena
etika mencapai proses pemikiran dan kesadaran dalam menentukan suatu pendapat
atau perilaku. Sedangkan periklanan harus dikomunikasikan kepada khalayak agar
dapat diterima, dan periklanan juga harus mengetahui “persepsi konsumen” akan
erat kaitannya dengan nilai-nilai budaya. Dimana etika juga dianggap terangkum
menurut nilai-nilai budaya masyarakat. hadirin.
Jadi bagian dalam surah ini eksplisit bahwa tata krama dan
advertensi memegang relevansi yang sangat erat sekali. Kepuasan pelanggan ujung sekarakter
komoditas terpulang depan ketulusan advertensi yang ditayangkan karena
pelanggan tidak semata-mata sekedar butuh membenarkan desakan, akan tetapi ia juga
menolak kepuasan. Sebab sebagaimana diutarakan oleh Philip Kotler dan Gary Amstrong
(1997), bahwa target pecah periklanan itu awak untuk menyilakan
pelanggan mengamalkan pembelian suatu komoditas atau jasa.Karena itulah
pengkajian budi pelanggan yang didasarkan depan faaktor budaya, sosial,
isi tempuh spiritual berperan anggota yang sangat penting bagian dalam
membicarakan desakan dan sifat pembelian pelanggan. Dan tata krama
merupakan “negative consumer insight”, yaitu suatu bendung yang menutupi
kreatifitas agar wejangan relasi tidak di buang oleh khalayak.
Periklanan dalam perspektif etika
Islam
Etika bisnis sebagai seperangkat nilai benar, salah dan salah dalam
bisnis berdasarkan prinsip-prinsip etika. Dalam pengertian lain, etika bisnis
mengacu pada seperangkat prinsip dan standar yang harus dilakukan oleh entitas
bisnis dalam transaksi, perilaku, dan hubungan mereka untuk mencapai tujuan
bisnis mereka dengan aman.
Menurut norma R. Lukman Fauroni (2002), moralitas dalam al-Qur’an
tidak menampilkan dirinya sebagai struktur otonom yang terpisah dari struktur
lain, dalam arti ilmiah dan moral. Struktur moral dalam Al-Qur’an lebih lanjut
menjelaskan tentang nilai kebaikan dan kebenaran baik dari segi niat atau gagasan serta tindakan
dan perangai. Hal ini semakin nyata jika kita melihat gambaran tentang sikap
dan perilaku Nabi Muhammad SAW yang disebut sebagai dalam Al-Qur’an
sebagai memiliki akhlak yang agung. Keberadaan nilai-nilai tersebut bersifat
terbuka, menjelajahi segala bidang kehidupan. Etika bisnis dalam Al-Qur’an,
dari sudut pandang ini, tidak dapat dilihat hanya sebagian dari perspektif
etika, karena bahkan bisnis, dari sudut pandang Al-Qur’an, sudah terintegrasi
dengan nilai-nilai moral mereka sendiri. Al-Qur’an dengan jelas menggambarkan
perilaku bisnis yang tidak etis, yang dapat ditelusuri kembali ke muara
kejahatan bisnis.
Dan Islam adalah agama yang sempurna (kamil) dan universal (mutakamil). Ajaran Islam mencakup semua aspek kehidupan
manusia. Tidak ada bagian dari kehidupan manusia yang luput dari visi Islam. Demikian pula, Islam berurusan
dengan masalah ekonomi. Berapa banyak ayat Al-Qur’an dan cerita tentang nabi
telah mengungkapkan
dalam hal ini. Diantaranya, Islam juga berbicara tentang masalah etika. Dengan
demikian, dalam setiap kegiatan ekonomi, apa yang dilakukan seseorang harus
sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dalam Islam untuk menyingkirkan
Allah SWT.
Bagi seorang Muslim, model-setting tradisional yang berkonotasi
humanistik adalah “ekonomi murni” (pelaku ekonomi mencari keuntungan
sendiri tanpa memperhatikan kepentingan orang lain) tidak sepenuhnya sesuai
dengan nilai-nilai moral Islam. Dengan demikian, konsep moralitas dari sudut
pandang Islam maju pada saat aksioma sudah dikenal
(misalnya sistem kapitalis). Oleh karena itu, apresiasi manusia secara umum
terhadap hal-hal yang lambat harus disalurkan melalui petunjuk-petunjuk
rambu-rambu wajib syariah. Perubahan nilai ini akan membantu membentuk sistem
penerapan manual
mekanisme produk ekonomi syariah, karena konten dan perspektif yang paling
“brilian” adalah adanya dimensi etika berdasarkan wahyu (Faisal Badroen,
2006).
Konsisten dengan hal di atas, Yusuf Qardlawi
(1995) mengatakan, dari sudut pandang Islam, setiap individu atau kelompok
orang, di satu sisi memiliki kebebasan untuk mencapai kebaikan terbesar, tetapi
di sisi lain, ia terikat oleh iman. dan moral, dia tidak sepenuhnya bebas
menginvestasikan modal (usaha) atau membelanjakan kekayaannya. Oleh karena itu, umat Islam tidak dapat bebas tanpa kontrol dalam
melakukan berbagai kegiatan ekonomi, tetapi masih terikat oleh norma-norma
agama yang disebut moral atau etika.
Sementara itu, dalam kajian fiqih Islam, Muhammad Djakfar (2002) menjelaskan bahwa kebenaran dan keakuratan informasi ketika agen
komersial mempromosikan barang mereka menyumbang studi yang sangat penting. . Islam
tidak mengenal istilah dari kapitalisme klasik yang berbunyi sebagai
“pendahulu” atau “pembeli berhati-hati” (pembeli harus
berhati-hati), atau “penjual tidak” (pedagang harus berhati-hati).
Namun dalam Islam yang berlaku adalah prinsip keseimbangan (alta’adul)
atau keseimbangan bahwa pembeli dan penjual harus berhati-hati dalam
menyepakati secara teoritis (nadzariyyat al ‘uqud) dalam Islam. Mengenai prinsip dasar etika bisnis Islam yang
dikemukakan oleh Faisal Badroen (2006), yaitu:
1.
Unity (persatuan)
Konsep tauhid (vertikal) di mana
Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa memberikan batasan-batasan tertentu atas
perilaku manusia sebagai khalifah, untuk kemaslahatan individu tanpa
mempengaruhi hak individu lainnya. Hak dan kewajiban ekonomi setiap individu
disesuaikan dengan kemampuan dan kapasitasnya dan diselaraskan dengan peran
normatif masing-masing dalam struktur sosial. Dan Islam tidak mengakui adanya
golongan sosial ekonomi sebagai sesuatu yang bertentangan dengan prinsip
persamaan dan prinsip persaudaraan (ukhuwah). Karena menganut ajaran Islam
dalam segala hal, maka dianggap mendapatkan Ridlo Allah SWT.
2.
Equilibrium (keseimbangan)
Dalam bekerjanya dunia kerja dan
bisnis, Islam mewajibkan untuk berlaku
adil, terutama terhadap orang yang tidak dicintai. Pemahaman keadilan dalam Islam diarahkan agar hak orang lain, hak
lingkungan sosial, hak alam semesta, dan hak Allah dan Rasul-Nya berperan sebagai pemangku kepentingan dalam bertindak keadilannya.
Orang-orang memiliki kesetaraan dan keseimbangan kesempatan, dan setiap
individu dapat memperoleh manfaat darinya sesuai dengan kapasitasnya
(kemampuan dan kapasitas). Individu diciptakan (oleh Allah) dengan berbagai kemampuan, keterampilan, kebijaksanaan dan bakat.
Manusia sangat ditantang untuk hidup bersama, bekerja sama, dan saling membantu
dengan keahliannya masing-masing.
3.
Free Will (kehendak bebas)
Konsep Islam memahami bahwa lembaga
ekonomi seperti pasar dapat berperan efektif dalam kehidupan ekonomi. Hal ini
berlaku jika prinsip persaingan bebas dapat diterapkan secara efektif, dimana
pasar tidak
mengharapkan campur tangan dari pihak manapun. tidak terkecuali untuk Negara dengan pengatur
harga atau untuk sektor swasta dengan kegiatan monopoli.
4.
Responsbility (tangung jawab)
Penerimaan dekat masukan tangung
sambut manusia ini berarti setiap macam akan diadili secara personal di perian
hari penghabisan kelak. Tidak tersua tunggal peraturan pun hisab seseorang
kepada membersihkan sikap-sikap jahatnya kecuali pakai menghormat ampunan
menjelang Allah dan mengamalkan sikap-sikap yang baik (sedekah sholeh). Islam
tidak menggeluti ilmu rangrangan kekeliruan wrisan, dan tidak tersua seorang pun
bertangung sambut pangkal kekufuran-kekufuran macam lain.
5.
Benevolence (ihsan)
yaitu melakukan
perbuatan baik yang dapat bermanfaat bagi orang lain, tanpa kewajiban khusus
yang membutuhkan tindakan tersebut atau dengan kata lain
beribadah dan berbuat baik seolah-olah Anda melihat Allah, jika Anda tidak
dapat melakukannya, maka yakinlah bahwa Allah melihat
Meskipun Al-Qur’an menyatakan bahwa bisnis itu legal, namun, setiap
usaha ekonomi yang dilakukan dengan orang lain tidak membuat seseorang
mengingat Allah dan menjalankan semua perintah-Nya. Seorang muslim
diperintahkan untuk selalu mengingat Allah baik dalam situasi sukses bisnis
atau kegagalan dalam bisnis. Kegiatan bisnis juga tunduk pada sistem etika yang
terkandung dalam Al-Qur’an. Muslim yang percaya pada harus bekerja keras untuk
kenyamanan terbaik di akhirat, menikmati semua hadiah yang telah diberikan
Allah di negeri ini.
Sedangkan iklan merupakan sarana promosi. Promosi adalah bagian
dari bauran pemasaran. Pemasaran dari sudut pandang Syariah adalah semua bisnis
dalam aktivitas penciptaan nilai yang memungkinkan para pemain untuk
mengembangkan dan menggunakan untuk keuntungan mereka secara jujur, adil,
terbuka. dan tulus melalui proses berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Kontrak mumalah. Dalam konteks
etika pemasaran yng bernuansa Islami, dapat dicari pertimbangan dalam Al-Quran.
Al-Quran memberikan dua persyaratan dalam proses bisnis yakni persyaratan
horizontal (kemanusiaan) dan persyaratan vertical (spiritual). Sebagaimana
firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah: 1-2, yang artinya:
“Kitab (Al-Quran) ini tidak ada yang diragukan didalamnya.
Menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa”.
Sinyal-sinyal di atas sangat cocok untuk dijadikan pedoman dalam
pelaksanaan proses pemasaran karena pemasaran merupakan bagian yang sangat
penting dan menjadi mesin dari sebuah bisnis. Begitu juga dengan petunjuk yang
Allah telah nyatakan dalam Al Quran, maka juallah itupun kita harus bisa memberikan garansi
atas produk yang kita miliki .Jadi, ketika sebuah perusahaan ingin berkembang, dibutuhkan iklan sebagai
sarana promosi untuk memperkenalkan dan mengingat produk kepada masyarakat.
Untuk membuat iklan diperlukan faktor-faktor yang sangat penting untuk
keberhasilan iklan tersebut agar dapat meningkatkan penjualan.Sementara kasus
fikih termasuk dalam mumalah yang memungkinkan orang untuk melakukan transaksi
atau hubungan perdata satu sama lain. Dalam kasus muamalah, aktivitas apapun diperbolehkan selama tidak ada dalil yang menentangnya (alashlu filmu ‘bahkan
alibahah illa ayyadulla dalilun’ ala tahrimiha).
Jual beli dianggap sah dalam
Islam selama tidak ada unsur anti syariah seperti adanya unsur maysir, gharar
dan riba. Artinya dalam pemasaran syariah, seluruh proses,
baik penciptaan, penawaran, maupun modifikasi nilai (nilai), tidak boleh mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan akad dan
prinsip-prinsip aturan muamalah Islam. Selama hal ini dapat dipastikan dan
penyimpangan dari prinsip-prinsip muamalah Islam tidak terjadi dalam setiap
transaksi atau proses bisnis, segala bentuk transaksi pemasaran dapat diizinkan.
Penulis : Rizky Fatmawati, Khairul Mufti Rambe & Rustiana Hasbi
Editor: Rahma Tysabita